Search

KBA Mendorong Kemandirian Dapur - Koran Jakarta

Dapur menjadi salah satu bagian terpenting, tanpa mengurangi peran ruang-ruang lain, dalam sebuah rumah (tangga). Sebab dari tempat yang biasa diletakkan di posisi tersembunyi inilah energi untuk seluruh keluarga diproduksi ibu rumah tangga. Namun, ke dalam ruang yang penuh aroma bumbu-bumbu tersebut pula, sebagian dana dialokasikan, agar dapur ngepul.

“Kalau bisa menanam sendiri, mengapa harus membeli.” Barangkali kalimat yang dilontarkan Ketua Kampung Berseri Astra (KBA) Pinang, Tangerang, Ny Ida Meuthia, tersebut cocok untuk menggambarkan semangat warga KBA Pinang. Mereka tengah mendorong warga sekitar Perumahan Pinang Griya, Tangerang, khususnya warga Pinang Asri RW 06 untuk menanam sendiri berbagai kebutuhan dapur seperti kangkung, bayam, cabe, terong, dan sawi, atau singkong.

“Hasilnya, dipanen bersama untuk memenuhi kebutuhan warga. Kami harus mampu berdaulat atas berbagai kebutuhan dapur,” kata Ida. Menurut Ketua RW 06 Pinang ini, memang tidak mudah untuk menggerakkan warga. Akan tetapi, sekarang sedikit demi sedikit mulai banyak yang bergabung dalam KBA karena sudah mulai tampak manfaat dan kegunaannya.

Memang untuk sementara yang tergerak kebanyakan masih kaum pensiunan. Jadi, secara tidak langsung KBA malah berhasil menggerakkan kaum pensiunan untuk kembali “aktif” dengan bersosialisasi di lingkungan KBA. Dengan banyak mencangkul, menanam, dan menyiram, badan bergerak lagi. Aktif kembali bergerak, menambah panjang umur karena lebih sehat. KBA menjadi wadah untuk menyatukan energi “senja” agar lebih kuat karena bersama-sama. Pilar “Lingkungan” ini sekaligus secara tidak langsung merasuk pilar “Kesehatan” karena fisik banyak bergerak. Jadi tidak rugi tiap bulan dicek kesehatannya dari Puskesmas. Dengan aktif di pilar Lingkungan, pilar Kesehatan terjaga, khusunya untuk orang dewasa.

“Kami memanfaatkan berbagai lahan kosong yang ada di perumahan. Daripada menjadi sarang nyamuk, kami bersihkan dan tanami,” tambah Ny Pangkat yang biasa dipanggil Susi. Dia memberi contoh, pemanfaatan rumah sengketa yang tinggal tembok karena sudah tidak ada atapnya lagi. Lahannya dibersihkan dan temboknya dicat, sehingga indah. Sementara itu, lahan di sekitarnya disiangi dan ditanami sayuran atau singkong. Itulah salah satu kegiatan pilar Lingkungan dalam KBA.

Warga KBA Pinang tak hanya menanam. Mereka juga diajari membuat kompos, serta membenihkan sendiri yang akan ditanam. Jadi, banyak manfaat secara simultan yang bisa diambil dari kegiatan mendorong kemandirian dapur ini. Pertama-tama, tak ada lagi lahan nganggur yang tak termanfaatkan. Kemudian, lahan yang semula kumuh dan hanya menjadi sarang nyamuk, menjadi lebih asri dan menghasilkan.

Warga tak perlu membeli pupuk karena bisa menciptakan sendiri dengan membuat kompos untuk menyuburkan tanaman. Hasil kebun untuk memenuhi kebutuhan dapur, sehingga warga anggota KBA mampu “mandiri” dari sisi kebutuhan dapur. Semua bisa dipenuhi, tak harus membeli. Bahkan kelebihannya bisa dijual dan menghasilkan uang.

“Kalau ini bisa berjalan baik dan lebih banyak warga yang terlibat, masyarakat bisa benar-benar berdaulat dan mandiri berbagai kebutuhan dapur,” tambah Dhani, pengurus Bidang Lingkungan. Menurutnya, kini KBA Pinang sudah membenihkan, menanam, memanen, dan menjual. Semua sudah swadaya, walau awalnya bibit-bibit dibantu Astra. Tapi kini sudah mulai swadaya. Pupuk atau kompos juga sudah dibuat sendiri.

Menurut Ida, semua hasil panen dirasakan seluruh warga KBA agar merangsang atau memotivasi. Mereka yang menanam biar merasakan manfaatnya. “Jadi, harapannya mereka termotivasi karena memang apa yang mereka kerjakan benar-benar ada manfaatnya,” tandas Ida. Untuk sementara, yang aktif dalam KBA sudah mencapai 40 orang. Mereka juga sebagai kader yang terkumpul dari 13 RT di RW 06 Kelurahan Pinang. “Kalau mereka sudah merasakan hasil panen, kan tahu semua itu ada manfaatnya yang bisa dinikmati. Saya yakin akan semakin banyak orang tergerak,” tukas Ida.

KBA merupakan program “corporate social responsibility” (CSR) PT Astra Internasional. CSR dikemas dalam konsep empat pilar: pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan. Tujuannya, agar warga setempat tinggal dalam lingkungan yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif. Dampaknya, kualitas hidup masyarakat di wilayah KBA terus meningkat. widiyatmaka

Empat Pilar yang Strategis

Asri, cerdas, sehat, dan mendiri finansial adalah kata-kata yang mungkin cocok untuk merepresentasi kehadiran konsep Kampung Berseri Astra (KBA). Empat kata tersebut bisa disebut sebagai kristalisasi empat pilar KBA: asri (kehadirannya berhasil membangun LINGKUNGAN yang asri), cerdas (sejak usia dini manusia dikenalkan PENDIDIKAN untuk belajar agar menjadi anak pintar), sehat (setiap warga harus diajarkan tetap bugar sebab tanpa KESEHATAN semua tak berjalan), dan mandiri finansial (karena semua dilatih KEWIRAUSAHAAN). Jadi, kini, empat pilar tak hanya tentang Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 45.

Pilar lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan kewirausahaan yang dikembangkan di lingkung setiap KBA bisa benar-benar melahirkan bangsa yang tangguh. Alasannya, warga tinggal di lingkungan yang asri, tak ada lagi kebodohan karena semua berpendidikan, bugar karena kesehatan terus dipantau petugas medis Puskesmas, serta mampu mendatangkan uang lewat wirausaha sehingga dapurnya mandiri.

Sayang, jumlah KBA belum banyak. Andai saja lebih banyak KBA, maka hal itu akan benar-benar memajukan warga di tingkat paling bawah. Untuk itu, ke depan, diperlukan lebih banyak lagi KBA agar lebih banyak pula masyarakat yang tinggal di lingkungan bersih, sehat, cerdas, dan berkecukupan secara keuangan.

Makin banyak KBA diyakini akan meminggirkan kemiskinan. Kesejahteraan warga akan terdorong lewat program kewirausahaan. Lingkungan KBA Bakti Jaya Depok, misalnya, sungguh asri. Masyarakat disadarkan hidup sehat. Di mana-mana terpajang tempat sampah. Nyaris tak lagi ditemukan sampah, walau di gang-gang kecil sekalipun. “Kami mengadakan pertemuan sebulan sekali untuk menggugah masyarakat mendalami empat pilar KBA. Lihat saja lingkungan di sini asri dan hijau, walau hanya ada gang-gang, bukan jalan besar,” kata Ketua KBA Bakti Jaya, Depok, Sumarno.

Literasi Dini

Gagasan luar biasa lain adalah mengakrabkan bocah-bocah pada buku melalui pilar “pendidikan.” Usia dini paling baik untuk mengenalkan tradisi membaca. Sebab hingga kini membaca belum menjadi habit masyarakat. Maka, jika sejak kanak-kanak dikenalkan buku, kelak bila dewasa tidak lagi “alergi” pada buku. Malahan mereka akan terus melahap buku-buku. Hanya dengan banyak membaca, masyarakat menjadi cerdas. “Saya terus berusaha hadir tiap Sabtu sore saat istri memperkenalkan ‘perpustakaan’ kepada anak-anak di taman,” kata Indra, warga yang aktif di KBA Pinang, Tangerang.

Kebiasaan membaca ini penting untuk mendorong bocah-bocah belajar intim dengan buku. Kalau sudah akrab dengan buku, semangat belajar akan tinggi. UNICEF mencatat 600.000 anak Indonesia usia SD tidak sekolah. Langkah KBA menginisiasi perkenalan anak dengan buku lewat “gerobak bacaan” sangat perlu.

“Di PAUD SPP-nya murah. Malahan ada yang tidak bayar, kalau orangtua benar-benar tidak mampu. Yang penting, anaknya mau sekolah,” kata Ketua KBA Pinang, Tangerang, Ny Ida Meuthia. Faktor ekonomi lemah memang kendala pendidikan anak, seperti dikatakan Sekjen Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif, Budi Trikorayanto. Budi mengatakan, karena miskin, anak-anak turun ke jalanan memilih menjadi pedagang asongan ketimbang sekolah. Adanya PAUD murah di Pinang mesti ditiru daerah-daerah lain agar mengurangi anak menjadi pengasong.

“Anak-anak senang mendengarkan dongeng,” kata Ny Indra yang aktif mendongeng untuk anak-anak di KBA Pinang. Lewat dongeng berbagai nilai-nilai luhur dicernakan dalam benak bocah sejak dini agar kelak menjadi manusia berakhlak. Astra banyak membantu pelatihan guru-guru PAUD. Astra juga memiliki Tim PAUD” yang siap membantu menaikkan akreditasi. “Perlu diketahui, Astra tidak pernah membantu finansial,” tandas Ida. Dalam pilar pendidikan, Astra juga menyediakan gerobak untuk perpustakaan anak-anak.

Pilar “kesehatan” tak kalah penting. Dari anak-anak (lewat posyandu) sampai orang tua (lewat Pos Pembinaan Terpadu/posbindu) untuk penyakit tidak menular, kesehatan warga dipantau. Bahkan di KBA Bakti Jaya Depok sudah mengupayakan herbal untuk kesehatan seperti mengolah daun kelor. “Daun kelor diolah untuk sarana kesehatan warga. Makanya, kelor mulai dibudidayakan di KBA Baktijaya,” ujar pendamping KBA, Ny Dwi.

Perlu Banyak KBA

Bangsa Indonesia masih membutuhkan perjuangan berat dan panjang untuk mencapai kesetaraan dengan bangsa-bangsa lain agar dapat sejajar dalam kesejahteraan. Untuk itu, rakyat Nusantara masih terus menanti uluran tangan berbagai pihak yang mampu menjadi pengerek atau pendorong kesejahteraan.

KBA adalah salah satu daya ungkit yang melahirkan energi pendorong atau pengerek semangat memampukan diri di berbagai bidang terutama pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan kesehatan. “Negeri ini memerlukan lebih banyak KBA,” kata Ketua KBA Bakti Jaya, Depok, Sumarno. Mungkin pernyataan Ketua RW ini perlu dicermati. Keberadaan KBA memang mampu menginspirasi banyak orang yang tadinya nyaris tidak punya harapan seperti karena stroke menjadi berani menatap masa depan.

“Tetangga saya terbangunkan semangat hidupnya karena banyak bergaul dengan kelompok warga yang tergabung dalam KBA,” kata salah satu aktivis KBA Pinang, Tangerang, Ny Pangkat (Susi) saat menceritakan tetangganya yang terkena stroke. Penderita stroke ini juga belajar beternak lele. Dulu semangat hidupnya boleh dikata sudah redup, kini tercerahkan kembali. Malahan pelan-pelan strokenya membaik. Ida menganjurkan, idealnya para ketua RW mau menjadi Ketua KBA biar sekaligus menjadi penggerak. Dia berangan-angan 13 RT di RW 06 Pinang yang beranggotakan 440 KK semua aktif di KBA. Dengan begitu, dapur mandiri, lingkungan bersih, warga sehat, pendidikan anak terjamin.  widiyatmaka

Untung Ada KBA

Banyak yang memperoleh keberuntungan akan keberadaan Kampung Berseri Astra (KBA), sehingga dapur tetap ngepul. Hal ini antara lain dirasakan Ny Hera yang tinggal di Baktijaya, Depok. Dia beruntung di lingkungannya ada KBA, di saat suami sakit berat dan harus banting tulang sendiri mencari nafkah karena suami harus banyak di rumah. KBA membuat Hera bisa tetap menghasilkan uang. Atas bimbingan para pendamping KBA, dia bisa melanjutkan pendapatan keluarga dengan memproduksi “jajanan pasar,” selain tetap menjadi guru privat.

Hera mampu menghasilkan snack yang laris. Malahan kadang banyak pesanan tak tertangani karena dia hanya mampu melayani 200 boks per pesanan dengan harga 10.000 rupiah tiap boks. Maklum, Hera belum punya tenaga bantuan. Semua masih dikerjakan sendiri. Hera membatasi pesanan tiga atau empat kali sepekan. Untuk maju, dia selalu ikut pelatihan yang diadakan di kantor Astra seperti pemasaran, keuangan, manajemen, atau pengembangan produk.

“Saya beberapa kali ikut pelatihan dari Astra seperti terkait manajemen keuangan UMKM dan disiplin keuangan,” kata Hera. Kemanfaatan eksistensi KBA juga diakui Ketua RW 016 Kelurahan Baktijaya, Depok Timur, Sumarno yang juga ketua KBA. “Banyak manfaat KBA,” katanya.

Dapur tetap ngepul juga dirasakan Sri Prihatin berkat KBA lewat Ibu Susi. Mantan perawat RS Usada Insani Tangerang ini sering bertemu kader KBA Pinang, Tangerang, Susi, yang saat itu kerap berobat ke RS Usada Insani. “Ada sharing ilmu dari Bu Susi cara beternak lele,” ujar Sri. Kebetulan tidak lama setelah itu, Sri dan beberapa rekan sejawat terkena program perampingan pegawai (PHK) dari RS Usada Insani. “Meski belum dapat dikatakan sebagai ‘juruselamat,’ lele membantu dapur tetap ngepul,” katanya.

Dia merasa beruntung ada KBA karena bisa ikut memasarkan produk di dalam bazar-bazar yang diadakan KBA Pinang. Boleh dibilang dapurnya selamat juga karena keberadaan KBA. Sri juga mendapat pelatihan-pelatihan dari Astra. Penghasilannya lumayan bisa menjual 5-10 kilogram sehari dengan harga 30.000 rupiah setiap kilo. Seperti ‘mentornya’ Susi, lele dipasarkan dalam kemasan yang sudah dibumbui, sehingga konsumen tinggal menggoreng. “Kalau ada yang membeli lele dalam keadaan hidup, harganya 26.000 rupiah perkilogram,” tambah Sri.

Keberadaan KBA sangat be rmanfaat di saat krisis kepercayaan karena di-PHK. Saat itu, Sri tidak tahu harus berbuat apa setelah di-PHK. Dia ingat sharing-sharing dengan Susi dan mulai merintis beternak lele bersama lima rekannya yang juga di-PHK dari Usada Insani.

Kehadiran KBA di Pinang memang sangat dirasakan banyak orang, termasuk Susi, tentu saja. Dia bersama suaminya, Pangkat, membangun kemandirian dapur dengan memelihara lele. “Bahkan kami sudah mampu membenihkan sendiri,” kata Pangkat. Ada dua kolam bundar ukuran besar yang bisa diisi masing-masing sampai 3.000 ekor. Tetapi seringnya hanya diisi 2.500 ekor perkolam. Bukan hanya untuk diri sendiri, malahan Susi dan Pangkat telah menularkan ilmunya ke beberapa orang, termasuk para mantan pegawai Usaha Insani tadi, serta para tetangga.

Pesanan lele, menurut Susi, tak lagi hanya dari internal anggota KBA, tetapi sudah banyak juga dari luar Perumahan Pinang Griya. Sebagaimana ditularkan ke mitra, lele juga sudah dikemas dalam bumbu, tinggal menggoreng. Dapurnya sekarang terus ngepul, tak pernah kekurangan pemesan lele. Itulah manfaat pilar “kewirausahaan” KBA yang telah banyak dirasakan warga KBA. widiyatmaka

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi dong http://www.koran-jakarta.com/kba-mendorong-kemandirian-dapur/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "KBA Mendorong Kemandirian Dapur - Koran Jakarta"

Post a Comment

Powered by Blogger.